Kamis, 27 November 2008

Cabe Rawit Ulang Bulan ke 3

Tanggal 26 Nopember kemaren Cabe Rawit berulang bulan yang ke 3. Sebenarnya kalo dari efektif beroperasinya sih baru 2 bulan karena sempat libur alias tutup selama sebulan sejak Lebaran.

Kalo mau di ibaratkan, Cabe Rawit masih orok bangets ... terus terang, saya merasa belum waktunya untuk melakukan evaluasi, yang saya lakukan justru terus menerus mengapgrade Cabe Rawit. Dengan team yang baru, spiritnya juga baru, kalo sebelumnya Cabe Rawit fokus pada kebutuhan anak-anak muslim, kini Cabe Rawit juga melengkapi koleksinya dengan jilbab-jilbab pilihan mulai dari Rabbani, El Zoya, Swarna, dan Arrina. Penambahan koleksi ini juga sedikit merubah desain dan lay out toko. Jadi sekarang Cabe Rawit kelihatan lebih cantik dengan display jilbab-jilbabnya. Fotonya nyusul aja yah ...

Rabu, 26 November 2008

Bete-bete Ah ...

Lama bangets ya gak apdet blog ... 3 mingguan gitu deh ... pasal muasalnya selama 3 minggu itu bahkan sampe sekarang, saya ngerasanya beteee mulu .. yah, bete di kantor, di jalan, di rumah di everywhere ...

Di Kantor
Kerjaan di kantor gak berubah, gitu-gitu aja, saking samanya tiap hari, gerak tubuh saya jadi ter otomatisasi. Makin hari kok saya jadi seperti robot yah ... gak ada dinamika, dan yang paling penting, gak ada lagi tantangan, gak ada lagi harus mikir, poor deh saya ... I am boring ..

Di Jalan
Perilaku para pengguna jalan sungguh sangat menyebalkan ... mulai dari para pengemudi sepeda motor, sampe para pengemudi mobil mentereng. Sering bangets motor-motor itu memotong ke kanan dari sebelah kiri, atau saya sudah kasih lampu sen mo muter balik, mereka dengan nekatnya mendahului hanya dengan modal klakson doang, yang paling parah ... pada saat saya lagi di jalan tol, saya sudah berada di lajur kiri dengan kecepatan 80 km/jam, masa dari belakang di dim mulu, dia pikir saya disuruh minggir kemana lagi ?? disuruh masuk jurang ?? kalo dia pengen mendahului saya kenapa dia gak ke lajur kanan ??? Dassar gak sopan ... !

Di Rumah
Pulang kantor, sampe rumah disambut oleh cucian kotor sama setrikaan. Ya Ampyuun ... padahal baru kemaren sudah saya abisin tuh setrikaan ... ada lagi, ada lagi, mana rumah juga berantakan, belum di sapu apalagi di pel, belum lagi piring kotor. Oh my God ... sudah hampir 4 bulan di rumah emang lagi gak ada asisten rumah tangga, tapi saya belum juga nyari penggantinya, masalahnya saya males harus ngajarin asisten dari awal karena sepanjang sejarah perasistenan saya, gak pernah ada asisten yang bisa langsung start kerja walopun dia menyandang predikat "berpengalaman".

Jadi bisa dibayangin dunk gimana betenya saya ...
Rutinitas yang harus saya jalani bikin badan sama hati saya pegel rasanya, kalo sudah begini, saya cuma bisa berandai-andai ... kalo saja saya gak usah pergi kerja ke kantor ...

Senin, 03 November 2008

Imam Samudera Juga Manusia

Menjelang dilakukannya eksekusi mati Imam Samudera (menurut kabar di media paling cepat dilaksanakan dini hari besok ), saya menyempatkan diri membaca buku tulisannya Imam Samudera berjudul "aku melawan teroris" lewat internet. Belum tuntas sih bacanya, tapi saya sudah mesem-mesem sendiri, "aiih ... Imam Samudera, ternyata kamu narsis juga ya, pake ada bo'ong-bo'ongnya lagi ...ternyata kamu masih kayak dulu, gak mau kalah ..." hehehe.

Saya sih bukannya mau sok meluruskan sejarah, tapi gimanapun juga saya punya story yang melibatkan Imam Samudera dan isterinya Zakiyah Daradjad. Yoi ... kami memang bersahabat. Imam Samudera, atau saya lebih senang memanggilnya Abdul Aziz adalah sahabat saya waktu remaja. Persahabatan yang dimulai dari kelas 1 di SD IX Serang sampai kelas 3 SMP. Persahabatan kami memang unik, karena dibayang-bayangi persaingan. Bersaing untuk meraih juara kelas, bersaing untuk meraih juara murid teladan, bersaing untuk memenangkan lomba baca puisi. Sayalah "si anak penilik sekolah" di bukunya Imam Samudera. Tapi asal tau aja, di bukunya, Imam Samudera banyak membual, waktu SD dia gak pernah jadi juara kelas, karena dia gak pernah bisa ngalahin saya si anak penilik itu, dia juga bukan murid teladan, dia memang mewakili sekolah mengikuti lomba murid teladan bersama saya, tapi dia sekalipun gak pernah memenangkannya, dia bukan pemenang lomba baca puisi, dia memang bersama saya mengikuti lomba baca puisi, tapi dia sama sekali gak menang karena yang memenangkan lomba itu adalah saya. Waktu SD dia juga gak pernah sekalipun jadi ketua kelas, jadi bagaimana bisa dia bilang bahwa waktu SMP bersyukur gak jadi ketua kelas karena sudah bosan ... bokis banget deh ..

Lepas dari tindakannya sebagai pelaku bom Bali I, buat saya Imam Samudera alias Abdul Aziz tidak berubah, tetap sama seperti yang dulu saya kenal. Ambisius, selalu ingin jadi nomor satu, selalu ingin jadi pemimpin. Tapi dibalik kekerasan sikapnya itu sebetulnya dia adalah anak cengeng, persis seperti yang dituturkan oleh pamannya dalam suatu wawancara dengan media.

Di televisi seringkali di tayangkan sosok Imam Samudera yang tegas, keras, dan radikal. Padahal saya tahu persis, Abdul Aziz adalah sosok yang sering mengalami kekalahan bahkan dari kaum hawa sekalipun, termasuk dari saya dan Zakiyah Daradjad. Saya ingat, waktu SD dia begitu lelah mengejar saya supaya bisa jadi juara kelas, supaya bisa jadi juara baca puisi, supaya bisa jadi juara pramuka, supaya bisa jadi juara-juara lainnya, anehnya walaupun kami rival tapi kami tetap bersahabat, itu mungkin sisi baiknya Abdul Aziz, dia masih sportif waktu itu , tak jarang dia mengantar saya pulang sehabis latihan pencak silat tiap malam jum'at. Lulus SD kami melanjutkan ke SMP yang berbeda, saya ke SMPN 2, Aziz ke SMPN 4. Tapi persaingannya dengan kaum hawa gak berhenti sampai disini, di SMP ternyata rivalnya adalah Zakiyah, anak SDL 2 yang telah kami kenal sebelumnya di acara lomba-lomba. Saya tau, dia juga lelah bersaing dengan Zakiyah untuk jadi ketua kelas, untuk jadi juara kelas, untuk jadi ketua OSIS, dan dia tak pernah berhasil, tapi dia beruntung, di kelas 1 SMP dia sudah memenangkan hati Zakiyah.
Dalam bukunya Imam Samudera mengesankan kalo dia menjadi muslim yang kaffah sejak duduk di bangku kelas 1 SMP, padahal saya ingat betul, saat itu dia sedang asyik-asyiknya menikmati kehidupan remaja, bayangkan saya saja waktu itu belum mengenal cinta monyet dia sudah menjalin cinta dengan Zakiyah !. Pernah suatu siang mereka main ke rumah saya, waktu kami bertiga sedang asyik ngobrol tiba2 aja dia menegur keras Zakiyah karena belum solat, terus terang saya bete abis, bukan soal solatnya, tapi caranya menegur Zakiyah sangat otoriter dan penuh kuasa. Belakangan saya paham, dia begitu karena cuma pada saat jadi pacar Zakiyah dia bisa punya power, selebihnya, Zakiyah lah yang nomor satu, Zakiyah sang juara, Zakiyah sang ketua OSIS.

Ah Aziz ... di pesawat yang akan membawanya menuju Afganistan hanya Zakiyah yang dia pikirkan dan sempet2nya dia nulis kartu pos untuk Zakiyah, pun di negeri jihad yang dia pilih, disaat dia menenteng bedil hanya bayangan Zakiyah pula yang selalu ada dalam pikirannya, padahal sejak lulus SMP dia sudah memutuskan untuk menjaga pandangannya dan tidak mau bersalaman dengan perempuan non mahram, padahal dia tahu persis dengan selalu memikirkan Zakiyah dia sedang melakukan zina hati. Bahkan seorang Imam Samudera tidak bisa mengalahkan nafsunya sendiri.

Banyak orang takut (baca; sebel) dengan sorot matanya yang sangat tajam dan nanar itu. Saya telah melihat sorot mata itu dari dulu. Itu memang sorot mata kemarahan, tapi itu tak lebih dari marah pada dirinya sendiri, karena ternyata dia tidak sehebat yang dia inginkan.

Dalam buku biografi yang ditulisnya dia tak pernah sekalipun mengungkapkan kekalahan yang dialaminya. Kekalahan dari sahabatnya, kekalahan dari sang pujaan hatinya, kekalahan dari temannya di MAN saat memperebutkan bea siswa menempuh pendidikan di luar negeri. Saya mahfum, karena dia memang selalu ingin (kelihatan) jadi nomor satu. Mungkin dia ingin menggenapkan dirinya sebagai seorang mujahidin yang sempurna. It's oke ..

Pada saat Bom Bali I terjadi, saya mengikuti berita pencarian pelakunya. Pada saat polisi menyatakan tersangka pelaku adalah Imam Samudera alias Qudama saya merasa mengenalnya, benar saja, saat Imam Samudera ditangkap dan diperlihatkan di televisi ternyata dia memang Abdul Aziz sahabat kecil saya.
Pada saat dia berteriak "Allahu Akbar" dengan sorot mata yang nanar, saya sedikitpun tak pernah ingin bertanya "kenapa atau mengapa dia melakukan itu". Karena saya mengenal dia, dan ternyata dia tak pernah berubah ...